SEJARAH GKSBS METRO

Gedung gereja Metro dan Karangrejo

Masa Kolonisasi

Berawal dari pelaksanaan kolonisasi (transmigrasi) yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonseia waktu itu, memberi dampak bagi berdirinya gereja gereja di Sumatera bagian selatan. Program transmigrasi pada tahun 1905 diarahkan ke Gedung Tataan dan tahun 1921 ke daerah Wonosobo, sedangkan tahun 1935 ke daerah Metro dan Sukadana. Demikian pula sekitar bulan Pebruari 1937 datanglah rombongan transmigran dari Jawa, diantaranya berasal dari daerah Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka ini dimukimkan antara lain di Bedeng 35 (Wonosari), 13A (Purwodadi), 25 (Margorejo), Bedeng 15B (Imopuro) 21C, 46 (Batanghari), 11C (Trimurjo).

Dari antara para pendatang tersebut terdapat keluarga-keluarga Kristen. Beberapa keluarga diantara mereka adalah keluarga Sastrosuhardjo, Pontjorijanto, Felix Filemon, Karjosemito, Abijatar Mardioesodo, Karjojemiko, Jusup Prahtiman serta masih banyak lagi yang tersebar di beberapa bedeng.

Dalam awal perjuangan hidupnya di daerah baru yang penuh tantangan, ternyata kerinduan untuk berhimpun dan bersekutu tetap menyala. Melalui berbagai upaya serta tekad bersama dalam memenuhi kerinduannya maka pada bulan April 1937 bertempat di rumah kediaman keluarga Bapak Abijatar Mardioesodo, di bedeng 11C-Trimurjo, sekelompok kecil keluarga-keluarga seiman tersebut menyelenggarakan kebaktian bersama. Sementara itu, pada Sidang IV Sinode GKDTS (Gereja Kristen Djawa Tengah Selatan) 23 – 25 Juli 1935 di Magelang, telah ada kesepakatan untuk meneliti kemungkinan mengenai pelayanan pemeliharaan iman kepada para transmigran yang ada di Lampung.

Kunjungan Juru Tetuwi dari Gereja Pengutus yang pertama dilaksanakan oleh Pdt. J. Darmohatmodjo, Pdt. Siswowasana dari Magelang dan R. Samuel Tjokrosoesilo penginjil Gereja Gereformeerd di Medan tahun 1936. Team ini juga mengunjungi sempat mengunjungi daerah Trimurjo. Pada kunjungannya yang kedua tahun 1937, Juru Tetuwi terdiri dari Pdt. J. Darmohatmodjo, Pdt. AR. Misael dan dokter Wardojo dari rumah sakit zending di Purworejo. Di Trimurjo Juru tetuwi bertemu dengan beberapa orang Kristen Jawa yang dihimpun oleh Bapak Abijatar Mardioesodo.

Dari data kunjungan ketiga di Trimurjo, Juru Tetuwi yang terdiri dari Pdt. J. Darmohatmodjo dan Pdt. Atmowidjono dari Solo, mencatat di kelompok ini sudah terhimpun 42 orang dewasa dan 27 remaja. Di Bedeng 22 dan 23 tercatat ada 6 keluarga. Kebaktian hari Minggu di Trimurjo tanggal 11 Desember dihadiri 44 orang. Jumlah pasamuwan di kelompok-kelompok Bedeng 35, Bedeng 11, Bedeng 25, Bedeng 42A, dan Metro tercatat sekitar 118 orang.

Sejak masih dalam tahap penjajagan oleh Tim dari GKDTS, pada tahun 1936 telah digagas kerjasama antara GKDTS dengan Gereja Ge­reformeerd di Palembang. Gereja tersebut berdiri tanggal 13 Agustus 1933, beranggotakan orang-orang Belanda dan Cina sejumlah 144 orang. Mereka memiliki gedung gereja (sekarang menjadi GKP Siloam). Sebelum mandiri, jemaat tersebut merupakan kelompok dari gereja Gereformeerd di Batavia. Pada tahun 1938 itu pula disepakati kerjasama itu. GKDTS melayani daerah Lampung dan Gereformeerd Palembang melayani Sumatera Selatan dan Bengkulu.

Momen Pendewasaan

Tetapi dalam perkembangannya, Gereja Gereformeerd Palembang juga membantu pemberitaan Injil di Lampung. (Yussar Yanto, Ikutlah Aku, Metro:Sinode GKSBS, 2002. Hal.136) Kemudian dalam perkembangannya, Pdt. Lutzen Willem Korvinus, diberi kuasa oleh Sidang Majelis Jemaat Gereformeerd di Palembang untuk mendewasakan Jemaat Metro, yang meliputi kelompok-kelompok Purwodadi, Margorejo dan Imopuro,  yang resmi diberi nama: Djemaat Kristen “Geredja Djawa Tengah” di MetroPeristiwa tersebut terjadi pada tanggal 11 Pebruari 1941. Setelah melaksanakan tugasnya, Pdt. LW. Korvinus memberikan laporan tugasnya kepada GKDTS. Peristiwa ini menjadi kenangan yang seharusnya tidak boleh dilupakan oleh warga jemaat Metro sebagai “Hari Kelahiran Gereja Kristen Lampung Metro”. (Dr. E. Hoogerwerf, catatan pribadi, email tanggal 29 Oktober 2014).

Guna meningkatkan pelayanan rohani di Lampung, pada tanggal 28 Januari 1942, GKJ Purworejo sebagai Gereja Pengutus meneguhkan Pendeta Utusan untuk Zending Lampung dalam diri Pdt. Johannes Soeparmo Hardjowasito yang dalam pelayanannya berpangkalan di Metro, dengan tugas utama perawatan iman orang-orang.

Sejak kehadiran beliau di Metro, tanggal 1 Pebruari 1942, pembinaan-pembinaan dapat lebih teratur dilaksanakan bertempat di rumah kediaman Pdt. J.S. Hardjowasito, di Imopuro, Metro. Di tempat ini pula kegiatan kebaktian setiap hari minggunya dilakukan, di dalam rumah yang masih sangat sederhana terbuat dari geribik. Hingga beberapa tahun kemudian bisa dibangun rumah kebaktian yang sederhana. Dinding geribig diganti papan, serta atap alang-alang yang telah bocor diganti genting. Akhirnya jemaat bisa beribadah dengan penuh sukacita.

Sementara itu untuk memantapkan pelayanan dan pembinaan di kelompok-kelompok yang telah terhimpun, pada tahun 1950 ditugaskan masing-masing Felix Filemon, Yotham dan Sastrosoehardjo selaku Guru Injil untuk Batanghari, Margorejo dan Wonosari. Selanjutnya dua orang yang disebut terdahulu – Felix Filemon dan Yotham –diaplikasikan ke Sekolah Theologia Khusus Yogyakarta dimana kelak di kemudian hari Felix Filemon ditahbiskan menjadi pendeta di Batanghari dan Yotham ditahbiskan untuk Margorejo.

Pembangunan Gedung Gereja

Rumah kebaktian di Imopuro yang berdinding geribig dan beratapkan alang-alang, makin hari keadaannya makin memprihatinkan. Sejalan makin berkembangnya program pemindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera, jumlah warga jemaat juga makin bertambah banyak. Sehingga Rumah kebaktian di Imopuro sudah tidak bisa menampung jumlah warga yang terus bertambah jumlahnya.

Melalui berbagai pembicaraan ditengah jemaat kerinduan akan membangun tempat ibadah dibahas bersama. Setelah tekad ini benar-benar mantap dan bulat, menyala dan hidup ditengah-tengah warga jemaat, maka pada tahun 1956 dibentuklah Panitia Pembangunan Rumah Kebaktian. Dalam hal ini ditunjuk Bapak R. Ngadino Hardjosiswojo sebagai ketua panitia dan ny. Roesmiati Soetrana sebagai bendahara. Sementara sebagai sekretaris adalah Iskardi Siswodwiatmoko, yang dalam perjalanan kepanitiaan ini digantikan oleh S. Hardhigono.

Langkah yang dilakukan oleh panitia ini adalah pertama-tama mencari lokasi tanah untuk mendirikan tempat ibadah.

Saat itu sebenarnya gereja telah disediakan sebidang tanah seluas + 1 hektar oleh pemerintah sebagai lokasi tempat ibadah umat Kristen Protestan. Namun karena lama tidak ada upaya untuk mendirikan rumah kebaktian di atasnya, tanah tersebut ditarik kembali oleh pemerintah yang pada saat itu sedang membutuhkan tanah untuk mendirikan rumah sakit.

Upaya mengejar dan meminta kembali tanah tersebut dari pemerintah yang dilakukan oleh panitia tidak berhasil. Oleh karenanya panitia mengajukan permohonan kepada Bupati untuk mendapatkan sebidang tanah sebagai penggantinya. Dengan surat tertanggal 24 Pebruari 1958 permohonan itu diajukan yang sekaligus didalamnya menunjuk lokasi tanah kuburan Cina baru yang terletak disudut jalan Sriwijaya atau jalan Raden Intan sekarang.

Akhirnya setelah melalaui proses yang panjang, segala jerih lelah telah terjawab, keinginan memiliki tempat ibadah yang memadai telah terwujud. Pada tanggal 18 April 1960 pemakaian gedung gereja baru diresmikan, sekaligus peresmian pendewasaan pepanthan Imopuro menjadi Gereja Kristen Metro, terpisah dari pepanthan Margorejo dan Purwodadi.

Tenaga Pendeta

  1. Pdt. Johannes Soeparmo Hardjowasito. Gereja Kristen Jawa Tengah bagian Selatan pada tanggal 28 Januari 1942 mengutus Pdt. Johannes Soeparmo Hardjowasito sebagai Pendeta Utusan Zending Lampung melayani di Lampung dengan basis pelayanan di Metro. Sesudah penggabungan Gereja Kristen Jawa Tengah bagian Selatan dengan Gereja Kristen Jawa Tengah bagian Utara, menjadi Gereja-Gereja Kristen Djawa Tengah pada tahun 1949. Pdt.J.S. Hardjowasito ditahbiskan ulang sebagai pendeta Pekabaran Injil oleh Gereja Pengutus GKJ Jakarta tanggal 28 Januari 1951. Pada awal tahun 1957 Pdt. J.S. Hardjowasito menerima “timbalan” untuk menjadi pendeta utusan oleh jemaat “Gereformeerde Kerk” di Pematang Siantar, maka pos di Lampung kemudian diisi oleh Pdt. R. Siswodwidjo.
  2. Pdt. R. Siswodwidjo. Pendeta Utusan kedua, yang diutus oleh Sinode GKJ melalui Gereja Pengutus GKJ Jakarta ialah pendeta R. Siswodwidjo, pendeta dari GKJ Ngento-ento, Yogyakarta. Beliau tiba di Metro pada pertengahan tahun 1957. Pastori yang ditempati semula adalah sebuah rumah dengan pekarangan yang terletak di jalan Sriwijaya 372 Metro di Bd. 15 B Metro – Imopuro, atau sekarang jalan Raden Intan no. 69. Pelayanan selaku pendeta utusan meliputi seluruh wilayah Lampung.
  3. Pdt. R.S. Poedjosoewito. Pada akhirnya Gereja Kristen Metro berhasil memanggil Pdt. R.S. Poedjosoewito, pendeta GKJ Rembang pada 1 April 1964. Beliau tiba di Metro Mei 1964. Dengan kehadiran Pdt. R.S. Poedjosoewito ini jemaat Metro makin lengkap jabatan dalam jemaat untuk melaksanakan tri tugasnya. Beliau merupakan pendeta jemaat pertama yang melayani di jemaat Gereja Kristen Metro. Pada Sidang VII Klasis Metro tahun 1967, memutuskan pentingnya peningkatan jangkauan pelayanan bagi warga jemaat yang tersebar di berbagai wilayah. Melalui berbagai pertimbangan untuk daerah Lampung Selatan yang memerlukan pelayanan seorang pendeta, maka diputuskan menunjuk pendeta jemaat Metro, Pdt. R.S. Poedjosoewito menjadi Pendeta Utusan untuk Lampung Selatan dengan basis pelayanan di Tanjung Karang.
  4. Pdt. Untung Marsudi. Setelah sempat mengalami kekosongan pendeta, akhirnya yang bersedia menerima timbalan ialah Pdt. Untung Marsudi, pendeta jemaat GKJ Kalipenten, Yogyakarta (Surat panggilan tgl. 03 September 1968, jawaban tgl. 1 Oktober 1968). Beliau tiba di Metro tgl. 03 Januari 1969. Beliau adalah pendeta jemaat kedua di jemaat Metro. Melayani di jemaat Metro sampai memasuki masa emeritusnya. Kebaktian emeritasi dilaksanakan pada tanggal 07 Januari 1996.
  5. Bp. Y. Supriyanto HK. (Pembantu Pendeta). Mengingat cakupan wilayah pelayanan jemaat Gereja Kristen Metro sangat luas, maka dipandang perlu untuk memanggil seorang tenaga pembantu pendeta atas diri Y. Supriyanto HK. yang diteguhkan tgl. 8 Agustus 1971 dan ditugaskan di wilayah Purbolinggo dan sekitarnya. Pada tahun 1975 oleh Sidang Sinode Wilayah GKL via Bakobin DPB beliau dipanggil untuk melayani di Wilayah DPB Dayamurni, Lampung Utara. Di kemudian hari beliau dipanggil menjadi pendeta penuh di sana.
  6. Pdt. Bambang Sumarsono. Menjelang Pdt. Untung Marsudi memasuki masa emeritusnya, Majelis telah memilih dan menetapkan Bp. Bambang Sumarsono, tenaga Sinode GKSBS dan mantan pendeta GKL Kotagajah, menjadi pendeta jemaat ketiga GKL Metro. Surat panggilan Jemaat Metro no. : 71/GKL/M/18.5.1995 tanggal 7 Juli 1995 dan jawaban dengan rekomendasi Sinode tanggal 10 Oktober 1995. Penahbisan sebagai pendeta GKSBS Metro tgl. 21 Maret 1996. Memasuki masa emeritus pada tanggal 01 Agustus 2009.
  7. Pdt. Yohanes Fajar Handoyo. Mengingat wilayah pelayanan yang luas dan jarak yang jauh maka Majelis GKSBS Metro memutuskan menambah tanaga pendeta. Setelah menempuh prosedur dan ketentuan yang berlaku sesuai Tata Gereja-Tata Laksanan GKSBS akhirnya sampai pada pemilihan calon yang menyediakan diri dipanggil sebagai pendeta ialah saudara Yohanes Fajar Handoyo dari GKJ Jakarta, Rawamangun. Surat panggilan ditujukan kepada saudara tersebut tgl. 06 September 1997. Surat kesanggupan tgl. 19 September 1997. Penahbisan pendeta dilaksanakan dalam kebaktian pada tgl. 17 April 1999 oleh Pdt. Bambang Sumarsono, S.Th. menjadi pendeta keempat GKSBS Metro. Akan memasuki masa emeritus pada tahun 2029.
  8. Pdt. Kardinah Isa Anggraini, S.Th. Bersamaan dengan proses pemanggilan pendeta ketiga GKSBS Metro atas diri Yohanes Fajar Handoyo, S.Th, GKSBS Metro ditugasi oleh Sinode GKSBS sebagai Gereja Pengutus untuk ibu Kardinah Isa Anggraini, S.Th. yang sebelumnya menjadi tenaga kantor Sinode GKSBS, diutus dan ditugasi menjadi Pendeta Tugas Khusus di RS. Mardi Waluyo, Metro. Penahbisan Kardinah Isa Anggraini sebagai pendeta tugas khusus Sinode GKSBS untuk Rumah Sakit Mardi Waluyo bersamaan dengan penahbisan pendeta Yohanes Fajar Handoyo, S.Th. pada tanggal 17 April 1999. Pdt. Kardinah Isa Anggraeni, S.Th Akan memasuki masa emeritus pada tahun 2025.

Peta Gedung Gereja Saat Ini